Didik Subagyo, Wakil Ketua Grib Jaya DPC Ponorogo ketika serahkan surat kepada DPRD Kabupaten Ponorogo. (Foto: Istimewa)
Ponorogo – Sekelompok warga yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Korban BRI resmi mengajukan permohonan audiensi kepada DPRD Kabupaten Ponorogo. Surat permohonan tersebut bertanggal 7 Mei 2025 dan telah disampaikan ke Sekretariat DPRD pada Kamis, 8 Mei 2025.
Dalam surat yang ditujukan kepada pimpinan dan anggota DPRD, aliansi mendesak agar legislatif menjalankan fungsi pengawasannya terhadap Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan pihak-pihak terkait.
Mereka mengaku menerima banyak keluhan dari masyarakat yang merasa dirugikan oleh lembaga perbankan tersebut.
Minimnya Kepastian Ganti Rugi Picu Keresahan Sosial
Minimnya kejelasan mengenai ganti rugi dan lemahnya perlindungan hukum terhadap para korban menjadi pemicu utama gejolak sosial di kalangan warga. Mereka mengkhawatirkan tidak adanya kepastian hukum yang berpihak kepada rakyat kecil.
Koordinator aliansi, Wahyu Dhita Putranto, SH., MH., menegaskan bahwa gerakan ini bukan untuk menciptakan kegaduhan.
“Kami datang bukan untuk membuat kegaduhan, tapi untuk memperjuangkan hak-hak rakyat kecil yang terabaikan,” ujarnya, Kamis (8/5/2025).
Tiga Tuntutan Utama Diajukan ke DPRD
Aliansi menyampaikan tiga poin utama dalam tuntutan mereka. Pertama, audiensi terbuka untuk menyampaikan fakta lapangan dan testimoni para korban.
Kedua, dorongan kepada DPRD agar menjalankan fungsi pengawasan aktif terhadap BRI. Ketiga, pengawalan hukum dan kebijakan publik yang berpihak pada konsumen perbankan.
Grib Jaya Berikan Dukungan Penuh Terhadap Aliansi
Gerakan Aliansi Masyarakat Korban BRI mendapat dukungan penuh dari organisasi masyarakat Grib Jaya. Dukungan itu tak hanya bersifat simbolik, tetapi juga diwujudkan melalui kehadiran mereka dalam aksi pengawalan sidang gugatan Samsuri terhadap BRI.
Wakil Ketua Grib Jaya, Didik Subagyo, menyatakan bahwa keberpihakan terhadap rakyat kecil adalah bentuk keberanian moral.
“Ketika rakyat kecil berhadapan dengan institusi besar, keberpihakan adalah bentuk keberanian moral. Kami hadir untuk itu,” tegasnya.
Kini, masyarakat menanti respons konkret dari DPRD Ponorogo. Mereka berharap tidak hanya didengar, tetapi juga dilibatkan dalam proses penyelesaian kasus yang merugikan banyak warga tersebut.
Hearing terbuka dianggap sebagai langkah awal yang krusial untuk membuka ruang dialog. Warga mendesak agar BRI memberikan pertanggungjawaban atas berbagai dugaan kerugian yang mereka alami.
Kasus BRI Dinilai Menyentuh Soal Martabat Publik
Lebih dari sekadar persoalan nominal kerugian, kasus ini dinilai menyangkut martabat dan kepercayaan rakyat terhadap lembaga publik, khususnya institusi perbankan yang semestinya melindungi kepentingan nasabah. (Tim/Red)